Senin, 10 September 2012

Permainan Tradisional VS Game Masa Kini


Bagi anda yang lahir di awal era 90-an pasti pernah memainkan atau setidaknya mendengar permainan tradisional seperti EngklekGobak Sodor, Patek Lele(benthik), Jek-jek'an, Paksekong, dan lain sebagainya. Di zaman tersebut setiap sore pasti anak-anak mulai berkumpul di tanah kosong, lapangan, ataupun di tempat-tempat yang di rasa enak untuk memainkan permainan-permainan tersebut. Namun hanya dalam waktu singkat, hanya berselang 10 tahun-an saja permainan itu mulai punah. Kini hampir semua anak-anak yang usianya di bawah 10 tahun ketika ditanyai tentang permainan-permainan tersebut pasti akan menjawab tidak tahu atau belum pernah mendengarnya. Permainan yang dulu sangat akrab di kehidupan anak-anak tersebut kini mulai tergantikan oleh permainan-permainan modern seperti PS(Play Station), Nintendo, Sega, dan game-game on line di internet.

Point Blank Lover's

Gamers Sejati ( Serius Banget Kayaknya... -_-" )

Sebenarnya apa sih yang menyebabkan permainan-permainan tradisional tersebut bisa punah? Ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya permainan asli bangsa kita tersebut.

Diantaranya:
  1. Masuknya teknologi-teknologi canggih ke kehidupan anak-anak. yang seharusnya belum saatnya untuk menggunakan teknologi canggih tersebut.
  2. Kurangnya kesadaran dari para orang tua bahwa permainan seperti itu cenderung akan mempengaruhi perkembangan kehidupan anak-anak untuk mencari game yang lebih seru lagi yang pada akhirnya mereka bakal menemukan game-game yang lebih ekstrim.
  3. Kurangnya pengenalan tentang permainan tradisional kepada anak-anak.
  4. Kurangnya minat anak-anak terhadap permainan tradisional.
Padahal permainan-permainan tradisional tersebut adalah hasil karya asli nenek moyang kita sendiri. Budaya yang sepantasnya kita jaga dan kita banggakan.

Salah Satu Permainan Tradisional : "Gobak Sodor"


Jika bukan kita yang menjaganya lalu siapa lagi? Apa harus di klaim oleh negara lain dulu baru kita jaga?
Mari kita jaga budaya yang juga merupakan bagian sejarah dari identitas bangsa kita, bangsa Indonesia.

Jumat, 07 September 2012

Pengamen, Mereka yang bodoh atau kita yang bodoh?


Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata pengamen dan anak jalanan? yang pertama pasti adalah recehan, yang kedua kumuh atau berandalan, dan yang ketiga adalah kasihan. Benar nggak? point pertama dan kedua menurut saya ok, namun point yang ketiga inilah yang harus kita pertanyakan. Kasihan, itulah yang harus kita pertanyakan. Masihkah kita harus merasa kasihan kepada para pengamen dan anak jalanan tersebut? Kenapa saya bertanya demikian? Tentu ada sebabnya, apakah itu?

"Seni Yang Terlantar" atau "Penyalahgunaan Seni" ?
Sedikit curhat dari Penulis 
Dulu ketika saya masih belum tahu mengenai seluk beluk para pengamen dan anak jalanan, sayapun punya rasa kasihan dan sangat ingin memberi sedikit dari uang yang saya punya. Namun ketika saya mulai masuk ke dunia para pengamen ternyata kehidupan yang saya rasakan sangatlah berbeda dari pandangan kebanyakan orang. Ternyata mereka menggunakan uang hasil dari ngamen tersebut bukan untuk keperluan seperti selayaknya orang yang kurang mampu. Justru mereka malah berfoya-foya dengan uang yang telah mereka dapatkan itu. Sebagai contoh saja: mabuk-mabukan, nge-lem, main ke warnet.
Padahal jika saya pikir-pikir, kenapa uang itu tidak mereka gunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat? Untuk membuka usaha asongan misalnya, bahkan bila sudah cukup modal bisa mereka pergunakan untuk membuka usaha sendiri.

 Beginikah seharusnya mereka menggunakan uang yang mereka dapat?



Pengamen Milyuner ?
Bahkan pernah suatu ketika saya sempat terheran-heran ketika melihat ada seorang pengamen yang sering saya lihat (pengamen ini pelanggan warnet tempat saya bekerja), mengendarai motor yang bahkan lebih bagus dari motor saya sendiri, handphone lebih bagus dari punya saya, bahkan membeli pulsa pun lebih banyak dari saya (disini yang melarat sebenarnya siapa sih?). Nah semenjak saat itu rasa kasihan saya kepada para pengamen dan anak jalanan sangat-sangat berkurang. Saya merasa di bodohi dan di hina dengan tipuan mereka. Memasang tampang yang memelas supaya dapat dikasihani orang-orang. Di sinilah seharusnya kita bertanya kepada diri kita sendiri. Sebenarnya mereka yang bodoh atau kita yang di bodohi?



Jika anda bertanya dimanakah rasa kasihan saya terhadap orang yang kurang mampu, saya bisa memberikan jawabannya. Ini cara saya untuk peduli terhadap orang-orang yang kurang beruntung di bandingkan kita. Dengan cara tidak memberi sedekah terhadap pengamen, anak jalanan ataupun pengemis. Dengan begitu mereka tidak akan meminta-minta kepada kita lagi atau bahasa jawanya tuman. Jika memang kita mau memberi sedekah, pilih dan carilah orang-orang yang benar-benar sangat membutuhkan untuk kebutuhan pokoknya (ingat !! kebutuhan pokok = sandang, pangan, papan). Atau bisa kita berikan ke pihak-pihak yang bertugas mengurus anak terlantar ataupun tuna wisma. Carilah yang terpercaya tentunya, karena seringkali pihak-pihak tertentu menyalah gunakan bantuan yang harusnya menjadi hak mereka yang membutuhkan.

Menghitung Hasil Ngamen
Jika memang anda ingin berpartisipasi mengentaskan kemiskinan di negeri ini, cobalah cara tersebut. Dukung dan dorong mereka untuk bekerja yang lebih layak. Jangan malah membiarkan mereka terlena dengan kehidupan seperti itu. Kehidupan yang hanya menjadi beban negara dan bangsanya.

Jika anda ingin melihat buktinya silahkan datang sendiri ke warnet tempat saya bekerja, RAPTORNET.
Saya yakin pandangan anda terhadap para pengamen dan anak jalanan akan berubah 180 derajat.

Rabu, 05 September 2012

Sendang Ngembel, Peninggalan Yang Terlupakan



Mendengar kata "SENDANG" pastilah akan terpikir kata "MISTIS", "ANGKER", "HOROR", "PESUGIHAN", dan lain-lain. Memang kebanyakan yang namanya sendang sangat identik dengan ritual-ritual seperti: pesugihan, mencari nomor togel, ritual paranormal, dan lain-lain. Begitu juga dengan sendang yang satu ini, namun jika ada yang mendatangi untuk keperluan ritual ataupun ziarah saya yakin hanya satu atau beberapa orang saja (kecuali warga setempat). Mungkin di karenakan sendang ini sangat-sangat asing di telinga masyarakat awam, berbeda dengan sendang Kasihan ataupun sendang Kota Gedhe yang sangat ramai di kunjungi.

Itulah Sendang Ngembel, sendang yang terletak di Dusun Beji Wetan, Desa Sendangsari, Kec. Pajangan, Kab. Bantul, DI Yogyakarta ini sangat vital keberadaannya bagi warga sekitar. Dikarenakan dari sendang inilah sebagian besar pasokan air berasal. Apalagi di sekitar sendang merupakan tanah berkapur yang relatif kering. Menurut sumber setempat, Sendang Ngembel ini tidak pernah kering meskipun pada saat musim kemarau.

Kondisinya?
Narsis dulu ah...
Sendang yang merupakan mata air alami ini ketika kami singgahi masih terlihat sangat asri tanpa adanya dinding beton yang mengelilingi area sendang tersebut. Sendang ini di kelilingi oleh pohon-pohon yang relatif tinggi (kelihatannya sih pohon gayam, lupa sih :p) sehingga menimbulkan suasana sejuk saat disinggahi. Dan jika diperhatikan lagi di sebelah barat daya sendang ini terdapat nggejlik (pintu air) yang digunakan sebagai saluran irigasi ke areal persawahan warga setempat.
 
Di Sendang Ngembel ini terdapat semacam pulau di bagian tengahnya, untuk menuju pulau ini dapat melalui jalan setapak kecil yang terdapat di bagian barat pulau. Di pulau tersebut terdapat tiga buah pohon cemara yang tumbuh tinggi, dan di bagian bawah salah satu pohon tersebut (pohon sebelah selatan) jika dilihat sekilas mirip tempat duduk.




Di tengah pulau tersebut selain terdapat tiga buah pohon cemara juga terdapat sebuah meja batu yang berbentuk bulat dan hanya mempunyai satu tonggak penopang (kaki meja). Jika dipikir dengan logika mungkin meja batu tersebut berfungsi sebagai altar persembahan. Menurut sumber setempat sih meja batu tersebut menjadi penanda bahwa di tempat tersebut terdapat sebuah patok batu yang ditanam di zaman Ki Ageng Mangir berkuasa.
Inikah para "penunggu" altar persembahan Sendang Ngembel ?
benda mirip makam yang terdapat di tengah pulau
Oh iya, di dekat pohon cemara sebelah utara juga terdapat benda yang terbuat dari semen yang jika di lihat-lihat mirip sebuah makam (namun arahnya ke barat). menurut sumber sih tempat itu untuk meletakkan sesaji (kok tempat meletakkan sesajinya banyak banget ya?). Tapi menurut saya hal yang paling menarik adalah adanya pohon kelapa yang mirip orang hamil di sebelah barat sendang.

pohon kelapa yang mirip perut orang hamil

Menurut artikel-artikel lain yang saya baca yaitu tembi.net dan jogja.mblusuk.com di utara sendang ini juga terdapat sebuah bangunan cungkup (rumah kecil) yang digunakan untuk meletakkan sesaji dan tempat bertirakat bagi orang yang sedang berziarah. Dan mitosnya di cungkup inilah bersemayam sang penunggu sendang tersebut, Kyai dan Nyai Beji (dikenal juga dengan nama Kyai dan Nyai Temburu).

SENDANG NGEMBEL DAN LEGENDANYA
cungkup si sebelah utara sendang (foto pinjam dari tembi.net)

suasana dalam cungkup (foto pinjam dari jogja.mblusuk.com)
Sayangnya ketika kami singgah di Sendang Ngembel suasananya tak sebaik yang kami bayangkan. Berbeda dengan apa yang di ceritakan oleh jogja.mblusuk.com. Ternyata keadaannya sangat tidak terawat, air sendang sangat-sangat keruh, banyak terdapat sampah di dalam sendang, dan juga tonggak-tonggak bambu (sepertinya bekas dari karamba).

Keadaan Sendang Ngembel ketika dikunjungi tim SPSS dari jogja.mblusuk.com
keadaan Sendang Ngembel ketika kami kunjungi
Keadaan Sendang Ngembel ketika dikunjungi tim tembi.net
Sejarah
Sendang Ngembel dikenal juga dengan nama Sendang Beji, nama Beji tersebut digunakan untuk menamakai dusun dimana sendang ini berada. nama Sendang Ngembel sendiri ada sejarahnya, dinamakan Sendang Ngembel karena ketika ditemukan air sendang ini keruh bercampur lumpur (dalam bahasa jawa lumpur yang tidak pekat disebut mbel).

Sendang ini pertama kali ditemukan oleh seorang janda setempat yang bernama Nyai Sariti. Temuan Nyai Sariti ini sangat membantu kehidupan warga setempat (khususnya Nyai Sariti sendiri) terutama dalam pemenuhan kebutuhan air. Karena sumur milik Nyai Sariti hampir selalu kering saat musim kemarau tiba.

Acara Syukuran
Menurut tembi.net setiap tanggal 15 bulan Besar selalu diadakan syukuran di Sendang Ngembel. Bentuk syukurannya dengan cara membuat kenduri. Pelaksanaan acara ini biasanya dimulai jam 14.00 WIB. Syukuran wujud kenduri dengan sajian makanan utama berupa tumpeng sega megana ini dilakukan setahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur warga atas berkah air dari Sendang Ngembel yang mampu mengairi sawah dalam areal cukup luas.