Jumat, 07 September 2012

Pengamen, Mereka yang bodoh atau kita yang bodoh?


Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata pengamen dan anak jalanan? yang pertama pasti adalah recehan, yang kedua kumuh atau berandalan, dan yang ketiga adalah kasihan. Benar nggak? point pertama dan kedua menurut saya ok, namun point yang ketiga inilah yang harus kita pertanyakan. Kasihan, itulah yang harus kita pertanyakan. Masihkah kita harus merasa kasihan kepada para pengamen dan anak jalanan tersebut? Kenapa saya bertanya demikian? Tentu ada sebabnya, apakah itu?

"Seni Yang Terlantar" atau "Penyalahgunaan Seni" ?
Sedikit curhat dari Penulis 
Dulu ketika saya masih belum tahu mengenai seluk beluk para pengamen dan anak jalanan, sayapun punya rasa kasihan dan sangat ingin memberi sedikit dari uang yang saya punya. Namun ketika saya mulai masuk ke dunia para pengamen ternyata kehidupan yang saya rasakan sangatlah berbeda dari pandangan kebanyakan orang. Ternyata mereka menggunakan uang hasil dari ngamen tersebut bukan untuk keperluan seperti selayaknya orang yang kurang mampu. Justru mereka malah berfoya-foya dengan uang yang telah mereka dapatkan itu. Sebagai contoh saja: mabuk-mabukan, nge-lem, main ke warnet.
Padahal jika saya pikir-pikir, kenapa uang itu tidak mereka gunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat? Untuk membuka usaha asongan misalnya, bahkan bila sudah cukup modal bisa mereka pergunakan untuk membuka usaha sendiri.

 Beginikah seharusnya mereka menggunakan uang yang mereka dapat?



Pengamen Milyuner ?
Bahkan pernah suatu ketika saya sempat terheran-heran ketika melihat ada seorang pengamen yang sering saya lihat (pengamen ini pelanggan warnet tempat saya bekerja), mengendarai motor yang bahkan lebih bagus dari motor saya sendiri, handphone lebih bagus dari punya saya, bahkan membeli pulsa pun lebih banyak dari saya (disini yang melarat sebenarnya siapa sih?). Nah semenjak saat itu rasa kasihan saya kepada para pengamen dan anak jalanan sangat-sangat berkurang. Saya merasa di bodohi dan di hina dengan tipuan mereka. Memasang tampang yang memelas supaya dapat dikasihani orang-orang. Di sinilah seharusnya kita bertanya kepada diri kita sendiri. Sebenarnya mereka yang bodoh atau kita yang di bodohi?



Jika anda bertanya dimanakah rasa kasihan saya terhadap orang yang kurang mampu, saya bisa memberikan jawabannya. Ini cara saya untuk peduli terhadap orang-orang yang kurang beruntung di bandingkan kita. Dengan cara tidak memberi sedekah terhadap pengamen, anak jalanan ataupun pengemis. Dengan begitu mereka tidak akan meminta-minta kepada kita lagi atau bahasa jawanya tuman. Jika memang kita mau memberi sedekah, pilih dan carilah orang-orang yang benar-benar sangat membutuhkan untuk kebutuhan pokoknya (ingat !! kebutuhan pokok = sandang, pangan, papan). Atau bisa kita berikan ke pihak-pihak yang bertugas mengurus anak terlantar ataupun tuna wisma. Carilah yang terpercaya tentunya, karena seringkali pihak-pihak tertentu menyalah gunakan bantuan yang harusnya menjadi hak mereka yang membutuhkan.

Menghitung Hasil Ngamen
Jika memang anda ingin berpartisipasi mengentaskan kemiskinan di negeri ini, cobalah cara tersebut. Dukung dan dorong mereka untuk bekerja yang lebih layak. Jangan malah membiarkan mereka terlena dengan kehidupan seperti itu. Kehidupan yang hanya menjadi beban negara dan bangsanya.

Jika anda ingin melihat buktinya silahkan datang sendiri ke warnet tempat saya bekerja, RAPTORNET.
Saya yakin pandangan anda terhadap para pengamen dan anak jalanan akan berubah 180 derajat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar